Kamis, 29 Oktober 2009

Oposisi dan Posisi

SALAH satu agenda reformasi politik Indonesia saat ini adalah meninjau kembali masalah oposisi dalam politik. Ada dua pertanyaan yang dapat diajukan. Pertama, kalau politik dijalankan dengan cara Orde Baru tanpa oposisi yang dilembagakan, dapatkah dijamin bahwa kesalahan-kesalahan Orde Baru berupa KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), tidak terulang lagi? Kedua, apakah kekuasaan di Indonesia demikian khusus sifatnya sehingga tidak diperlukan suatu oposisi yang secara resmi dan terus-menerus melakukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan?

Pertanyaan kedua di atas berhubungan dengan soal apakah kekuasaan itu mempunyai kecenderungan yang sama di mana-mana atau apakah ada kekhasan budaya yang menyebabkan kekuasaan berbeda wataknya dari suatu negara ke negara lainnya. Pertanyaan ini dapat dijawab secara umum bahwa penguasa dengan kekuasaan besar di tangannya perlu diawasi karena kecenderungan penguasa untuk memperluas kekuasaannya serta menyelewengkan penggunaan kekuasaan adalah berkali-kali lebih besar dari kemampuannya untuk mengawasi dirinya. Perbedaan budaya hanya terlihat dalam caranya suatu penyelewengan dilakukan, sedangkan kecenderungan kepada penyelewengan adalah sama di mana-mana. Ini psikologi kekuasaan yang sudah konstan dalam sejarah sehingga tidak perlu dibuktikan lagi.

Pertanyaan pertama berhubungan dengan cara bagaimana penguasa memandang kekuasaannya. Kekeliruan Orde Baru misalnya adalah menganggap bahwa pembatasan politik dapat dijalankan oleh penguasa sampai saatnya penguasa sendiri merasa pembatasan itu dapat dilonggarkan lagi berdasarkan pertimbangan penguasa sendiri. Pemegang kekuasaan dianggap demikian bijaksana sehingga atas inisiatif dan kehendak sendiri dia akan memberikan kembali kebebasan dan keterbukaan politik bilamana hal itu dianggapnya tepat dan perlu. Bagaimana mantan Presiden Soeharto melansir isu keterbukaan dan kemudian dengan sigap dan dalam waktu singkat memangkasnya kembali, masih segar dalam ingatan kita semua.

Setiap penguasa jelas akan berbicara tentang kepentingan rakyat, kepentingan bangsa dan negara sebagai suatu keharusan retorika dan kampanye politik, tetapi para warga sebaiknya awas bahwa kepentingan pertama penguasa adalah mempertahankan, memperbesar dan memperkuat kekuasaan yang sudah dipunyainya. Orang tidak perlu membaca Machiavelli untuk memahami hal ini, karena pengalaman langsung akan selalu membuktikannya. Karena itu sejauh mana kekuasaan itu dipergunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat jelas tidak dapat dipercayakan begitu saja kepada penguasa tetapi kepada pihak-pihak yang bertugas dan berwajib mengawasi kekuasaan. Ini realisme politik elementer, yang kalau diabaikan, akan membawa kita langsung kembali ke situasi politik ala Orde Baru.

***
NAMUN demikian, oposisi rupanya dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi kekuasaan. Oposisi diperlukan juga karena apa yang baik dan benar dalam politik haruslah diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan publik. Adalah naif sekali sekarang ini untuk masih percaya bahwa pemerintah bersama semua pembantu dan penasihatnya dapat merumuskan sendiri apa yang perlu dan tepat untuk segera dilakukan dalam politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan kebudayaan pada saat ini.

Di sanalah oposisi dibutuhkan sebagai semacam advocatus diaboli atau devil's advocate yang memainkan peranan setan yang menyelamatkan kita justru dengan mengganggu kita terus-menerus. Dalam peran tersebut oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik lemah dari suatu kebijaksanaan, sehingga apabila kebijaksanaan itu diterapkan, segala hal yang dapat merupakan efek sampingan yang merugikan sudah lebih dahulu ditekan sampai minimal. Tragedi-komedi dalam politik Orde Baru adalah bahwa oposisi hanya dipandang sebagai devil (setan) dan tidak pernah diakui sebagai advocate (pembela).

Manfaat lainnya adalah bahwa dengan kehadiran oposisi masalah accountability atau pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan pemerintah. Tidak segala sesuatu akan diterima begitu saja, seakan-akan dengan sendirinya jelas, atau beres dalam pelaksanaannya. Kehadiran oposisi membuat pemerintah harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, apa pula tujuan dan urgensinya, dan dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan.

Socrates, filsuf Yunani kuno yang konon suka mengajar filsafat dari pasar ke pasar pernah mengemukakan tiga kriteria untuk menguji perlu-tidaknya sebuah tindakan. Pertanyaan pertama: apakah sebuah tindakan adalah benar dan dapat dibenarkan? Kalau tindakan itu terbukti benar, maka menyusul pertanyaan kedua: apakah tindakan yang benar tersebut perlu dilakukan atau tidak perlu dilakukan? Kalau tindakan itu ternyata benar dan perlu, maka pertanyaan ketiga adalah: apakah hal tersebut baik atau tidak untuk dilaksanakan?

Korupsi misalnya mutlak tak dapat dibenarkan, dan jelas tidak baik, sekalipun mungkin perlu (misalnya karena harus menolong sanak keluarga yang sedang menderita sakit payah dan memerlukan ongkos besar untuk perawatan di rumah sakit). Seterusnya mengangkat saudara sendiri untuk jabatan-jabatan dalam birokrasi mungkin dapat dibenarkan (kalau sanak saudara itu terbukti kompeten untuk kedudukan bersangkutan) tetapi tidak perlu (karena akan mengurangi integritas dari orang yang mengangkat sanak-saudaranya sendiri). Demikian pun bekerja sama dalam birokrasi dan jabatan politik dengan seorang pengusaha untuk menambah dana birokrasi, mungkin dapat dibenarkan dan dibuktikan keperluannya, tetapi jelas tidak baik, karena akan menimbulkan konflik kepentingan pada pejabat bersangkutan dan mengurangi independensinya dalam berhadapan dengan orang luar.

Oposisi tidak saja bertugas memperingatkan pemerintah terhadap kemungkinan salah-kebijaksanaan atau salah-tindakan (sin of commission), tetapi juga menunjukkan apa yang harus dilakukannya tetapi justru tidak dilakukannya (sin of omission). Adalah kewajiban oposisi untuk melakukan kualifikasi apakah sesuatu harus dilakukan, atau tidak harus dilakukan, atau malahan harus tidak dilakukan sama sekali.

***
PERLU-tidaknya oposisi sangat tergantung kepada pandangan dan persepsi tentang kekuasaan. Kalau kekuasaan dianggap berasal dari sumber supernatural, berupa pulung, wangsit dan semacamnya maka oposisi tidak dibutuhkan, karena penguasa hanya merasa bertanggung jawab terhadap pihak yang telah memberinya pulung dan wangsit tersebut. Demikian pun masalah legitimasi kekuasaan menjadi tidak relevan, karena hubungan kekuasaan dan wangsitnya berlangsung dalam suatu lingkaran logika-tertutup.

Dalam suatu logika-tertutup seperti itu tidak pernah bisa diketahui apa membuktikan apa. Kalau kita bertanya: apa buktinya bahwa seseorang mendapat wangsit, maka jawabannya: karena orang itu terbukti berkuasa (tanpa wangsit dia tidak mungkin berkuasa). Sebaliknya kalau ditanyakan: mengapa si Anu kok bisa menjadi presiden, maka jawabannya: karena dia memang mendapat wangsit. Dengan demikian, adanya kekuasaan dibuktikan oleh adanya wangsit, dan adanya wangsit dibuktikan oleh adanya kekuasaan.

Dengan demikian, langkah pertama untuk memperlakukan kekuasaan secara demokratis, adalah mengadakan desakralisasi kekuasaan. Kekuasaan tidak berasal dari sumber-sumber yang gaib, mistik dan magis, tetapi berasal dari rakyat. Adalah rakyat yang memberikan kekuasaan dan rakyat jugalah yang memungkinkan sebuah kekuasaan dijalankan melalui ketundukannya kepada kekuasaan tersebut.

Kalau kekuasaan berasal dari rakyat, dan kalau rakyat kemudian tunduk kepada penguasa yang telah menerima kekuasaan dari mereka, maka adalah kewajiban penguasa untuk membuktikan bahwa dia layak mendapat kepercayaan rakyatnya, dan bahwa ketundukan rakyat kepada kekuasaannya mempunyai alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Legitimasi adalah kelayakan sebuah orde politik untuk mendapatkan pengakuan dari rakyatnya, suatu Anerkennungswuerdigkeit einer politischen Ordnung, begitu kata seorang ahli filsafat politik, Juergen Habermas.

Kedua, kekuasaan mempunyai tendensi bukan saja untuk memperbesar dan memperkuat dirinya tetapi juga memusatkan dirinya. Karena itulah pemikiran demokratis tentang kekuasaan selalu menekankan pembagian kekuasaan dan keseimbangan kekuasaan. Pengalaman dalam Orde Baru menunjukkan bahwa pemusatan kekuasaan ini telah berjalan dengan amat ekstrem, baik dalam bidang politik dengan demikian besarnya kekuasaan Presiden Soeharto pada waktu itu, maupun dalam bidang ekonomi dalam bentuk berbagai praktek monopoli dan oligopoli.

Pemusatan kekuasaan politik ini amat ditunjang oleh gambaran bahwa penguasa adalah seorang bapak keluarga yang baik hati yang akan berbuat segala sesuatu untuk kepentingan anak-anaknya. Anak-anak selayaknya mempercayakan segala urusan kepada bapak mereka, dan etos politik yang berlaku adalah "terserah Bapak". Analogi ini jelas keliru dengan akibat yang amat pahit. Penguasa adalah penguasa dan bapak keluarga adalah bapak keluarga. Keluarga adalah lingkungan personal yang termasuk dalam private sphere, tetapi kekuasaan pemerintah semata-mata bersifat fungsional dan termasuk dalam public sphere.

Dengan demikian langkah kedua untuk memperlakukan kekuasaan secara demokratis adalah depaternalisasi kekuasaan. Penguasa jangan lagi dipandang secara paternalistis seakan-akan mempunyai watak kebapakan, tetapi harus dipandang secara lugas sebagai seorang yang mempunyai potensi menyalahgunakan kekuasaan yang kalau tidak diawasi dapat berkembang sampai tingkat sewenang-wenang.

***
PERSOALAN tentang bagaimana oposisi dapat dijalankan dengan efektif tanpa terlalu banyak menimbulkan keguncangan politik, haruslah dibahas sebagai suatu uraian tersendiri, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan riil yang ada dalam politik Indonesia saat ini. Yang perlu ditekankan dalam tulisan ini ialah bahwa oposisi dibutuhkan pertama-tama sebagai kritik kepada kekuasaan dan pengawasan terhadap kekuasaan agar tidak semena-mena.

Sudah jelas bahwa adanya partai oposisi merupakan sebuah jalan formal untuk menjalankan peran tersebut. Namun demikian, oposisi dan kritik kepada kekuasaan tidaklah perlu diidentikkan seluruhnya dengan kegiatan sebuah atau beberapa buah partai. Oposisi dan kritik kepada kekuasaan pertama-tama adalah sebuah fungsi dan aktivitas politik yang dapat dijalankan di dalam maupun di luar partai politik.

Kalau pers bisa memainkan peranannya dengan lebih leluasa tanpa pengekangan oleh kekuasaan, maka pers dan media elektronik dapat menyumbang banyak kepada kontrol terhadap kekuasaan. Demikian pun kelompok-kelompok kritis seperti kalangan LSM, atau organisasi-organisasi profesional, dan terutama sekali para mahasiswa dan kalangan kampus umumnya, dapat menyumbang kepada kontrol sosial dan kritik terhadap penggunaan kekuasaan, berdasarkan keahlian dan pengalaman mereka dalam bidang yang digelutinya. Penolakan para aktivis Walhi terhadap Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam kabinet yang sekarang adalah contohnya.

Demikian pun kontrol terhadap kekuasaan dapat dijalankan melalui pembentukan pendapat umum, sehingga pendapat ini bisa menekan suatu pendirian atau pendapat pemerintah yang tidak disetujui. Contoh yang sempurna tentang ini adalah isu KKN sendiri yang dibentuk di jalanan oleh para mahasiswa dan kemudian disambut dengan antusias oleh seluruh masyarakat politik di Indonesia, dan kemudian berkembang menjadi pendapat umum yang sanggup memaksa berakhirnya rezim Orde Baru, suatu orde politik yang dalam pendapat umum yang sebelumnya (sebelum lahirnya KKN) selalu dibayangkan sebagai tak tergoyahkan.

Namun demikian, membela oposisi tidak dengan sendirinya berarti mengandaikan bahwa oposisi yang dijalankan dengan sendirinya akan selalu tinggi mutunya. Politik di Jerman dari pertengahan tahun 1980-an sampai 1990-an dianggap merosot mutunya, karena tidak adanya oposisi yang bermutu dari Partai Sosial Demokrat (SPD) di sana. Dengan demikian, kekurangan-kekurangan dalam politik Helmut Kohl buat sebahagian besar dipersalahkan bukan saja kepada rezim Helmut Kohl tetapi juga kepada oposisi politik yang lemah dan tidak efektif.

Ini berarti kritik politik berlaku juga terhadap oposisi dan dia sendiri harus dikritik terus-menerus untuk menjalankan peranannya bukan demi kepuasan perlawanan semata-mata, tetapi demi suatu politik di mana kekuasaan digunakan dengan cara yang terawasi. Dalam hal ini berlaku prinsip: musuh yang pintar akan lebih menolong daripada teman yang bodoh, dan lawan yang jujur lebih bermanfaat daripada kawan yang culas.

Senin, 19 Oktober 2009

KASUS ANAK ABNORMAL

Kromosom Abnormal Penyebab Autisme

Si kecil Ludin suka bermain sendirian sejak berumur dua tahun. Ia sering marah dan gusar bila ditemani bermain. Awalnya, ibunda Ludin, Nyonya Imroatus, menganggap putranya tak punya kelainan. Ia menyangka, putranya cuma ogah ditemani.

Tetapi, setelah Ludin berumur tiga tahun, kebiasaan itu tak kunjung berubah. Bocah ini malah cenderung cuek terhadap lingkungannya. Ludin tak mau menyahut bila dipanggil. Ia ogah berkomunikasi dengan siapa pun. Bocah ini cenderung asyik dengan dirinya sendiri.

Nyonya Imroatus mengkhawatirkan perkembangan putra semata wayangnya. Ia lantas membawa si kecil ke ahli psikiatri. Hasil analisis psikiater, Ludin mengalami autisme. Nyonya Imroatus kaget bukan kepalang setelah mengetahui kondisi putranya, mengingat selama ini anak autisme tergolong sulit ditangani.

Nyonya Imroatus tak patah arang. Demi masa depan putranya, apa pun dia lakukan. Kini Nyonya Imroatus rajin membawa si buah hati berobat dan berkonsultasi dengan dokter ahli di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya.

Selama tiga bulan terakhir ini, Ludin menjalani terapi di rumah sakit itu. Perkembangannya lumayan pesat. Ludin mulai mau mengucapkan sejumlah kosakata sederhana: "bapak", "ibu", dan "makan". Nyonya Imroatus tak habis pikir, mengapa anaknya menderita autisme.

Padahal, di lingkungan keluarganya tak satu pun yang menderita autisme. Baik keluarga dari pihak ayah atau ibu Nyonya Imroatus maupun keluarga suaminya. Karena itulah, ia kaget setelah membaca berita bahwa autisme bersifat genetik. "Yang dialami anak saya itu yang pertama di keluarga kami," kata Nyonya Imroatus.

Kaitan genetik dengan autisme muncul dari pernyataan Steven Scherer, peneliti di Universitas Toronto, Kanada. Ia bersama para ilmuwan dari sejumlah negara melakukan penelitian tentang autisme yang didanai Autism Genome Project Cabang Kanada. Scherer bersama para ilmuwan dari sembilan negara mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga.

Tiap-tiap keluarga itu memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal. Dari situlah ia berkesimpulan bahwa autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang paling menonjol kelainannya.

"Fakta ini menunjukkan bahwa 90% penyebab autisme adalah gen," kata Scherer, seperti dikutip ABCnews.com, Senin pekan silam. Ia menyatakan bahwa studi itu belum kelar. Kemungkinan Scherer bisa merampungkan penelitiannya ini paling singkat tiga tahun lagi.

Lewat penelitian itu, Scherer berharap, nanti bisa diketahui berapa banyak gen abnormal yang terlibat dan punya keterkaitan di antara gen-gen. "Jika hal itu sudah diketahui, kemungkinan akan dapat dibuat obatnya," kata Scherer.

Dokter Bridget Fernandez, selaku Ketua Autism Genome Project, memperkuat temuan Scherer. Menurut dia, autisme --seperti juga asma-- berkaitan dengan faktor keturunan. Ia yakin, faktor gen berperan, meski autisme tidak akan muncul dalam satu jenjang keturunan. Artinya, autisme bisa tak diturunkan dari orangtua, melainkan bisa juga melalui garis dari buyut.

Temuan Scherer tentu saja membuka harapan penyembuhan autisme. Sebab jumlah penyandang autisme kian hari kian bertambah. Dokter Nining Febriana, psikiater anak yang bekerja di Rumah Sakit Dokter Soetomo, mengungkapkan bahwa jumlah anak autis cenderung bertambah, Dalam sebulan, ia rata-rata menerima lima pasien baru yang menderita autisme.

Anak autis yang ditangani Dokter Nining dalam sepekan mencapai 40 anak. "Makin hari makin banyak. Mungkin para orangtua mulai sadar," kata Nining. Makin bertambahnya kasus anak autis juga terlihat dari bermunculannya sekolah-sekolah khusus penyandang autisme.

Di Jakarta Selatan ada sekolah Mandiga. Lalu di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, telah berdiri Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise (Indocare). Indocare akan menjadi pusat percontohan bagi pengembangan sumber daya dan pelatihan khusus untuk anak yang mengalami gangguan spektrum autisme.

Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak menyandang autisme. Sedangkan di dunia, pada 1987, prevalensi penyandang autisme diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian, angka itu berubah menjadi 1 anak penyandang autisme per 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik jadi 1:250.

Tahun lalu, jumlah anak autis bertambah banyak. Diperkirakan 1:100 kelahiran. Prevalensi penderita autisme kini lebih banyak ketimbang anak-anak penyandang sindroma down, yang ditandai dengan muka Mongoloid.

Temuan Scherer menyingkirkan dugaan-dugaan penyebab autisme yang selama ini mendominasi. Ada yang bilang, autisme merupakan dampak buruk merkuri. Bahkan sejumlah vaksin dan obat-obatan pernah disebut-sebut sebagai penyebab autisme.

Teori itu tidak mengada-ada, karena kadar merkuri dalam darah penyandang autisme cukup tinggi. Bahkan sebuah penelitian menemukan, kadar merkuri pada rambut anak autis cukup tinggi. Ada peneliti yang mementahkan teori itu, tapi banyak yang mengiyakan.

Dugaan lain, autisme disebabkan oleh faktor pemberian nutrisi sewaktu bayi masih di dalam kandungan. Makanan yang mengandung bahan pengawet yang dikonsumsi ibu hamil berpengaruh terhadap pertumbuhan janin.

"Makanan yang mengandung bahan pengawet, seperti makanan cepat saji, sangat buruk bagi pertumbuhan janin. Makanan laut yang tercemar merkuri juga berbahaya bagi janin," kata Dokter Nining Febriana kepada Ari Sulistyo dari Gatra.

Selain makanan instan, ditemukan banyak unsur kasein dan gluterin pada tubuh pasien autisme. Kasein banyak terdapat pada susu sapi, sedangkan gluterin pada terigu. Maka, penyandang autisme dilarang mengonsumsi susu sapi dan makanan yang terbuat dari tepung terigu.

"Jika itu dipatuhi, jumlah anak autis berangsur-angsur bisa berkurang," ujar Nining. Menanggapi temuan Scherer, Nining mengatakan bahwa faktor genetik dulu memang menjadi dugaan. Segala kemungkinan faktor penyebab autisme masih bisa muncul, termasuk faktor genetik.

Dokter Tjin Wiguna, psikiater anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga mengamini soal peran kelainan genetik. Ada kemungkinan, keluarga yang punya anak autis akan memiliki anak lagi yang kena penyakit yang sama. "Risikonya 3% lebih tinggi ketimbang dari keluarga normal," katanya. Namun belum dapat digeneralisasi bahwa semua kasus anak autis terjadi karena kelainan gen.

layanan mediasi dan konsultasi

layanan MEDIASI

PENGERTIAN

Mediasi berasal dari kata “media” yang artinya perantara atau penghubung. Layanan mediasi adalah layanan yang dilaksanakan oleh konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang mengalami keadaan tidak harmonis (tidak cocok).

TUJUAN

UMUM: tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara para klien, yaitu pihak-pihak yang berselisih.

KHUSUS: difokuskan kepada perubahan atau kondisi awal menjadi kondisi baru dalam hubungan antara pihak-pihak yang bermasalah.

KONDISI AWAL ANTARA KEDUA BELAH PIHAK


KONDISI YANG DIKEHENDAKI

1. Rasa bermusuhan terhadap pihak lain

2. Ada perbedaan kesenjangan dinbanding pihak lain

3. Sikap menjauhi pihak lain

4. Sikap mau menang sendiri terhadap pihak lain

5. Sikap ingin membalas

6. Sikap kasar dan negative

7. Sikap mau benar sendiri


1. Rasa damai terhadap pihak lain

2. Adanya persamaan dengan pihak lain

3. Sikap mendekati pihak lain

4. Sikap mau memberi dan menerima terhadap pihak lain

5. Sikap memaafkan

6. Sikap lembut dan positif

7. Sikap mau memahami

KOMPONEN

1. Konselor

Adalah seorang memahami permasalahan yang terjadi antara pihak yang bermaslaah dan berusaha membangun jembatan antara pihak yang bermasalah tersebut.

2. Klien

Klien terdiri dari dua pihak atau lebih yang sedang mengalami ketidakcocokan dan sepakat meminta bantuan konselor untuk menangani permasalahan itu.

3. Masalah klien

Adalah masalah hubungan yang terjadi antara individu atau kelompok yang sedang bertikai dan meminta konselor untuk mengatasinya.

ASAS

1. Kerahasiaan

2. Keterbukaan

3. Kesukarelaan

4. Kekinian

5. Kemandirian

PENDEKATAN DAN TEKNIK

a. Saya “oke” kamu “oke”

Kondisi hubungan yang efektif dan kondusif.

b. Komunikasi secara dewasa

Berbicara apa adanya, secara lugas, tanpa mengkritik, menuntut da memerintah apalagi menghukum.

c. Pendekatan komprehensif.

d. Pendekatan realistic, bermoral dan bertanggungjawab

Teknik umum:

a. Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk

b. Penstrukturan

c. Ajakan untuk berbicara

d. Taknik lainnya: kontak mata, kontak psikologis, dorongan minimal dan 3M.

e. Keruntutan, refleksi dan pertanyaan terbuka.

f. Penyimpulan, penafisran dan konfrontasi, transferensi dan kontra-transferensi, frustasian

g. Teknik khusus lainnya: pemberian informasi dan contoh pribadi, perumusan tujuan, pemberian contoh dan latihan keluguan, permainan peran, pemberian nasehat, kontrak,

h. Pendekatan politik

i. Waktu dan tempat diselenggarakan dengan netral (tidak memihak pada salah satu pihak).

j. Laiseg, laijapen dan laijapan.

OPERASIONALISASI

Perencanaan

Identifikasi pihak-pihak yang akan menjadi peserta layanan MED, mengatur pertemuan denganpeserta layanan, menetapkan fasilitas layanan dan menyiapkan kelengkapan administrasi.

Pelaksanaan

Menerima pihak-pihak yang menjadi peserta layanan, melaksanakan penstrukturan layanan MED, membahas masalah yang dirasakan oleh pihak-pihak, menyelenggarakan pengubahan tingkahlaku pihak-pihak, membina komitmen demi hubungan baik dan melakukan penilaian segera.

Evaluasi

Melakukan evaluasi segera dan jangka pendek, tentang pelaksanaan hasil-hasil MED, khususnya menyangkut pihak-pihak.

Analisis hasil evaluasi

Menafsirkan hasil evaluasi dan kaitannya dengan ketuntasan penyelesaian masalah yang dialami pihak-pihak yang mengikuti layanan MED.

Tindak lanjut

Menyelenggarakan layanan MED lanjutan untuk membicarakan hasil evaluasi dan memantapkan upaya perdamaian antara pihak-pihak.

Pelaporan

Membicarakan laporan yang diperlukan oleh pihak-pihak peserta layanan dan mendokumentasikan laporan layanan.

layanan KONSULTASI

PENGERTIAN

Adalah bantuan dari konselor ke klien dimana klien sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid atau orangtuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu mengahdapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya. Jika konselor tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh konsulti maka direferalkan kepada pihak lain yang lebih pakar.

Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata disebabkan oleh konsulti. Dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga.



TUJUAN

Umum: Memandirikan konsulti untuk menghadapi permasalahan pihak ketiga.

Khusus: konsulti memiliki wawasan dan cara bertindak terhadap permasalahan pihak ketiga.

KOMPONEN

1. Konselor: konsultan

2. Klien : konsulti yang merasa bertanggungjawab terhadap permasalahan pihak ketiga. Dalam artian konsulti ingin belajar untuk menjadi konselor dalam menangani masalah pihak ketiga.

3. Pihak ketiga: orang yang dirasa konsulti penting untuk dibantu mengatasi masalahnya.

ASAS

1. Kerahasiaan

2. Kesukarelaan

Keputusan diambil oleh konsulti sendiri.

3. Kemandirian.

4. Asas lain digunakan sesuai dengan kebutuhan.

OPERASIONALISASI

a. Perencanaan

Identifikasi kondisi yang menunjukkan adanya permasalahan pada subyek layanan, menetapakan subyek layanan, menentapkan prosedur, perangkat dan media layanan serta menyiapkan kelengkapan administrasi.

b. Pelaksanaan

Melakukan pengkajjian terhadap berbagai kondisi yang terkait dengan permasalahan subyek layanan sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah yang telah ditetapkan lalu dilaksanakan penempatan.

c. Evaluasi

Menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, mengaplikasikan instrumen dan mengolah hasil evaluasi.

d. Analisis hasil evaluasi

Menetapkan norma/standar evaluasi, melakukan analisis dan menafsirkan hasil analisis.

e. Tindak lanjut

Mengidentifikasi maslaah yang perlu ditindaklanjuti, menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut pihak terkait dan melaksanakan rencana tindak lanjut.

f. Pelaporan

Menyusun laporan layanan PP, menyempaikan laporan kepada pihak terkait dan mendokumentasikan laporan.

Rabu, 14 Oktober 2009

Pernyataan Sikap HMI Terhadap Upaya Sistematis Penggembosan KPK

Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam (MPO)
Penggembosan KPK; Pengkhianatan Nilai Reformasi

Polemik berkepanjangan antara Polri yang ditengarai penuh dengan kepentingan politik, justru semakin lama semakin melukai demokrasi, bahkan menjurus kepada pengkhianatan terhadap cita-cita luhur reformasi dalam rangka pemberantasan korupsi.
Polemik ini jelas merupakan bentuk intervensi, bahkan upaya penggembosan oleh pemerintah terhadap independensi lembaga Negara yang sedang gencar-gencarnya melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi.
Upaya-upaya penggembosan ini bisa terlihat jelas sejak pemerintah membentuk Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor), belakangan ternyata tim ini menghasilkan draf yang isinya tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Salah satu pasal yang jelas mengindikasikan hal tersebut adalah klausul yang berbunyi: “Perkara tindak pidana korupsi yang diterima oleh Jaksa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan ke Pengadilan Negeri setempat untuk diperiksa dan diputus oleh majelis hakim khusus tindak pidana korupsi”. Ini jelas sebagai salah satu awal bentuk penggembosan sistematis terhadap KPK.
Drama penggembosan ini berlanjut dengan ditangkapnya beberapa unsur pimpinan KPK oleh Polri, yang mana penangkapan ini dinilai dasarnya lemah. Dan tak lama kemudian, ditegaskan dengan keluarnya Perppu tentang penunjukan Plt. Pimpinan KPK. Terlihat jelas, SBY mempuyai andil yang sangat besar dalam upaya penggembosan KPK ini.
Dengan terlibatnya SBY dalam upaya pemandulan kinerja KPK, maka secara otomatis, SBY sudah melakukan pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi secara menyeluruh. Ini adalah sebuah bentuk pengkhianatan yang nyata pemerintah terhadap amanat yang diberikan rakyat.
Dengan penerbitan Perpu dan pemmbentukan tim Plt Pimpinan KPK di atas, pemerintah telah mengembalikan ruh kejahatan korupsi kepada bangsa ini.
Dan lebih janggal lagi, Perppu diterbitkan dengan tidak adanya situasi kegentingan yang memaksa sebagai sebuah syarat dikeluarkannya Perppu sebagaimana yang diatur dalam pasal 22 UUD 1945, penerbitan Perppu dan pembentukan Tim Rekomendasi telah mencerminkan sikap pemaksaan kehendak dan pemaksaan tafsir atas suasana dan situasi nasional oleh Presiden.

Berdasarkan tingkah pengkhianatan itulah, kami dari PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM menyampaikan pernyataan sikap sebagaimana berikut:
1. Menolak segala bentuk politisasi terhadap KPK, hal ini sama saja halnya dengan pembunuhan terhadap cita-cita pemberantasan korupsi;
2. Menolak Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK dalam tata cara penggantian dan pengisian KPK;
3. Menolak semua rekomendasi Tim Lima, karena jelas merupakan antek-antek SBY, yang tentu saja tidak akan pro terhadap pemberantasan korupsi;
Bangsa ini tiada henti-hentinya dizalimi oleh penguasanya yang zhalim. Untuk itulah kepada semua elemen bangsa mari bersama-sama bersatu melawan segala bentuk penindasan kepada rakyat. Semoga Allah SWT meridhai kita.
Billaahit taufik walhidayah
Wassalaamualaikum Wr Wb

Sabtu, 10 Oktober 2009

GUSDUR NYELENEH

Wawancara Gus Dur dan JIL

November 17th, 2006 by Andi Eko

Akhirnya kumenemukan mu GUS :D

Setelah sekian lama mencari dialog Gus Dur dan JIL, akhirnya menemukan artikel itu dalam bentuk file berikut kutipannya :

Anggap Qur’an kitab suci paling porno
Kutipan:
JIL: Bagaimana dengan barang dan tayangan erotis yang kini dianggap sudah akrab dalam masyarakat kita?

Erotisme merupakan sesuatu yang selalu mendampingi manusia, dari dulu hingga sekarang. Untuk mewaspadai dampak dari erotisme itu dibuatlah pandangan tentang moral. Dan moralitas berganti dari waktu ke waktu. Dulu pada zaman ibu saya, perempuan yang pakai rok pendek itu dianggap cabul. Perempuan mesti pakai kain sarung panjang yang menutupi hingga matakaki. Sekarang standar moralitas memang sudah berubah. Memakai rok pendek bukan cabul lagi. Oleh karena itu, kalau kita mau menerapkan suatu ukuran atau standar untuk semua, itu sudah merupakan pemaksaan. Sikap ini harus ditolak. Sebab, ukuran satu pihak bisa tidak cocok untuk pihak yang lain. Contoh lain adalah tradisi tari perut di Mesir yang tentu saja perutnya terbuka lebar dan bahkan kelihatan puser. Mungkin bagi sebagian orang, tari perut itu cabul. Tapi di Mesir, itu adalah tarian rakyat; tidak ada sangkut-pautnya dengan kecabulan.

JIL: Jadi erotisme itu tidak mesti cabul, Gus?

Iya, tidak bisa. Anda tahu, kitab Rawdlatul Mu‘aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab bahasa Arab yang isinya tatacara bersetubuh dengan 189 gaya, ha-ha-ha.. Kalau gitu, kitab itu cabul, dong? ha-ha-ha’ Kemudian juga ada kitab Kamasutra. Masak semua kitab-kitab itu dibilang cabul? Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum’penyanyi legendaris Mesir’bisa sambil teriak-teriak ‘Allah’ Allah’’ Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. Sangat saya sayangkan, kita mudah sekali menuding dan memberi cap sana-sini; kitab ini cabul dan tidak sesuai dengan Islam serta tidak boleh dibaca. Saya mau cerita. Dulu saya pernah ribut di Dewan Pustaka dan Bahasa di Kuala Lumpur Malaysia. Waktu itu saya diundang Prof. Husein Al-Attas untuk membicarakan tema Sastra Islam dan Pornografi. Nah, saya ributnya dengan Siddik Baba. Dia sekarang menjadi pembantu rektor di Universitas Islam Internasional Malaysia. Menurut dia, yang disebut karya sastra Islam itu harus sesuai dengan syariat dan etika Islam. Karya-karya yang menurutnya cabul bukanlah karya sastra Islam. Saya tidak setuju dengan pendapat itu. Kemudian saya mengulas novel sastrawan Mesir, Naguib Mahfouz, berjudul Zuqaq Midaq (Lorong Midaq), yang mengisahkah pola kehidupan di gang-gang sempit di Mesir. Tokoh sentralnya adalah seorang pelacur. Dan pelacur yang beragama Islam itu bisa dibaca pergulatan batinnya dari novel itu. Apakah buku itu tidak bisa disebut sebuah karya Islam hanya karena ia menceritakan kehidupan seorang pelacur? Ia jelas produk seorang sastrawan brilian yang beragama Islam. Aneh kalau novel itu tidak diakui sebagai sastra Islam.

JIL: Gus, ada yang bilang kalau kelompok-kelompok penentang RUU APP ini bukan kelompok Islam, karena katanya kelompok ini memiliki kitab suci yang porno?

Sebaliknya menurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Alqur’an, ha-ha-ha.. (tertawa terkekeh-kekeh).

JIL: Maksudnya?

Loh, jelas kelihatan sekali. Di Alqur’an itu ada ayat tentang menyusui anak dua tahun berturut-turut. Cari dalam InJIL kalau ada ayat seperti itu. Namanya menyusui, ya mengeluarkan tetek kan?! Cabul dong ini. Banyaklah contoh lain, ha-ha-ha’

Komentar:
Anggap Qur’an kitab suci paling porno

Gus Dur menganggap Al-Qur’an kitab suci paling porno di dunia, itu sangat keterlaluan. Tidak ada ‘udzur (alasan untuk berkilah) dalam masalah yang sangat prinsip dalam Islam ini. Khusus mengenai pelecehan Gus Dur terhadap Al-Qurâ€

JIHAD

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurah, Injil dan Al-Quran. Dan siapakan yang telah menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang sebenar."

(At-Taubah: 111)

"Tidaklah sama keadaan orang-orang yang duduk (tidak turut berperang) dari kalangan orang-orang yang beriman selain daripada orang-orang yang ada keuzuran dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang karena uzur) dengan kelebihan satu derajat. Dan tiap-tiap satu (dari dua golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang baik (Syurga), dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang dan tidak ada uzur) dengan pahala yang amat besar." (QS An-Nisa 95)
Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih." (QS Al-Fath 17)

"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS At-Taubah 91)

"Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS At-Taubah 92)

"Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS At-Taubah 93)

Kamis, 08 Oktober 2009

Bimbingan Konseling islami

BIMBINGAN KONSELING ISLAMI
By Imam Mawardi

Pengertian

BIMBINGAN “Guidance” (Inggris)

Bimbingan
Bantuan
Pimpinan
Arahan
Contoh yang bukan bimbingan
•Seorang ibu membantu anaknya memakaikan baju
•Seorang guru membisikkan jawaban soal ujian kepada muridnya waktu ujian

Definisi Bimbingan
Jear Book of Education, 1995
“Suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memeperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan social”

KONSELING Counseling

Nasehat
Anjuran
Pembicaraan

Definisi Konseling
James F. Adam
“Suatu pertalian timbal balik antara 2 orang individu dimana yang seorang (counselor) membantu yang lain (conselee) supaya ia dapat memahami dirinya dalam hubungan denfgan masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan waktu yang akan datang”.

Bimbingan Konseling
Suatu bantuan yang diberikan seseorang (konselor) kepada orang lain (klien) yang bermasalah psikis, social dengan harapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

BIMBINGAN KONSELING ISLAMI
Proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Proses di sini merupakan proses pemberian bantuan artinya tidak menentukan atau mengaharuskan melainkan sekedar membantu, agar mampu hidup:
-selaras dengan petunjuk Allah
-selaras dengan ketentuan Allah
-selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah

HUBUNGAN BIMBINGAN KONSELING

Preventif Kuratif

Ringan

Berat

Keterangan:
Bimbingan juga memperhatikan Kuratif (penyembuhan/ pemecahan masalah), tapi titik beratnya pada pencegahan (preventif)
Konseling titik beratnya Kuratif tapi juga memperhatikan Preventif (pencegahan masalah)
Objek garapan B&K sama, yaitu problema/ masalah, bedanya pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut. Bimbingan = masalah yang ringan, konseling = masalah yang relatif berat.

FUNGSI BIMBINGAN KONSELING
1. Fungsi Pemahaman
Fungsi BK yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri peserta didik, lingkungan maupun lingkungan “yang lebih luas”
2. Fungsi Pencegahan
Fungsi BK yang akan mengsilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3. Fungsi Pengentasan
Fungsi BK yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi BK yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

AZAS-AZAS BIMBINGAN KONSELING
1. Azas Kerahasiaan
2. Azas Kesukarelaan
3. Azas Keterbukaan
4. Azas Kegiatan
5. Azas Kemandirian
6. Azas Kekinian
7. Azas Kedinamisan
8. Azas Keterpaduan
9. Azas Kenormatifan
10. Azas Keahlian
11. Azas Alih Tangan
12. Azas Tut Wuri Handayani

POLA UMUM LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Materi bimbingan dan konseling di sekolah termuat dalam keempat bidang bimbingan:
 Bimbingan pribadi
Pelayanan BK membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakawa terhadap Tuhan YME, mandiri, aktif, kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
 Bimbingan social
Pelayanan BK membantu siswa dalam proses sosialisasi untuk mengenal dan berhubungan dengan lingkungan social yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
 Bimbingan belajar
Pelayanan BK membantu siswa mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuandan ketrampilan, serta menyiapkannya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
 Bimbingan karir
Pelayanan BK membantu siswa mengenali dan mulai mengarahkan untuk masa depan karir.

Dilihat dari konsepsi kecakapan hidup (life skill) yang mencakup:
o Ketrampilan personal (personal skill)
o Ketrampilan social (Social skill)
o Ketrampilan akademis (academic skill)
o Ketrampilan vocasional (vocational skill)

TEKNIK PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING
A. BIMBINGAN KELOMPOK (GROUP GUIDANCE)
o Masalah yang dirasakan bersama oleh kelompok.
o Masalah yang dirasakan individual sebagai anggota kelompok
Bentuk khusus teknik Bimbingan
 Home room programe
Membuat suasana kelas seperti rumah dengan tujuan mengenal siswa lebih baik sehingga dapat membantu secara efisien.
Dilaksanakan di kelas di luar jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.
Dapat diadakan secara periodic.
 Karyawisata/ field trip
Kegiatan rekreasi yang dikemas denga metode mengajar untuk bimbingan kelompok dengan tujuan siswa dapat memperoleh penyesuaian dalam kelompok untuk dapat kerjasama dan penuh tanggungjawab.
 Diskusi kelompok
Untuk memecahkan masalah secara bersama. Misalnya masalah belajar, perencanaan suatu kegiatan. Hal ini dapat mengembangkan harga diri.
 Kegiatan kelompok
Dapat memberi kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya.
 Organisasi murid
 Sosiodrama
Bermain peran dalam situasi masalah sosial

 Psikodrama
Bermain peran memecahkan masalah-masalah psychis yang dialami seseorang.
 Remedial teaching
Bentuk: penambahan pelajaran, pengulangan kembali, latihan-latihan, penekanan aspek-aspek tertentu.
Hal ini tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dialami siswa.

B. KONSELING INDIVIDU (INDIVIDUAL COUNSELING)
 Masalah-maslah yang sifatnya pribadi.
 Dilakukan dengan face to Face relationship
 Metode wawancara antara konselor dab kasus
 Konselor harus bersikap penuh simpati dan empati
Simpati: menunjukkan adanya sikap turut merasakan apa yang sedang dirasakan konselee
Empati: berusaha menempatkan diri dalam situasi diri konseli dengan segala masalh-maslah yang dihadapinya.
Bentuk Khusus Teknik Konseling:
 Directive Counseling
-konselor paling berperan
-konselor berusaha mengarahkan konselee sesuai dengan masalahnya.
 Non-directive Counseling
-berpusat pada konselee
-konselor hanya menampung pembicaraan yang berperan konselee
-konselee bebas bicara, sedangkan konselor menampung dan mengarahkan.
 Eclective Counseling
Campuran 2 teknik di atas.
LANGKAH-LANGKAH UMUM PELAYANAN BK DI SEKOLAH

1. TAHAP PERENCANAAN
• Merumuskan topik, materi atau masalah yang akan dibahas.
• Merumuskan jenis layanan atau kegiatan pendukung: sasaran laayanan, metode, waktu, penyelenggara dan pihak-pihak yang dilibatkan
• Merumuskan pokok-pokok materi dan prosedur pelaksanaan, cara evaluasi
2. TAHAP PELAKSANAAN
• Identifikasi kasus
• Identifikasi masalah
• Analisis masalah (diagnosis)
• Estimasi dan identifikasi alternatif pemecahan (prognosis)
• Tindakan pemecahan masalah (treatment, theraphy)
• Evaluasi hasil pemecahan maslah dan tindakan lanjutan (follow up)
3. TAHAP EVALUASI
Menilai keberhasilan pelaksanaan kegiatan, baik dari segi proses maupun hasil.
Keberhasilan proses dapat dilihat dari antusiasme dan keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan.
Keberhasilan dari hasil dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan prilaku siswa sebelum mengikuti dan setelah mengikuti kegiatan.
4. TAHAP ANALISA
Menganalisis factor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dilaksanakan.

5. TAHAP TINDAK LANJUT
Hasil-hasil analisi ditindaklanjuti untuk mengatasi berbagai kelemahan dan mengembangkan berbagai keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan, yang dituangkan dalam rekomendasi yang selanjutnya menjadi landasan dalam membuat perencanaan kegiatan BK.

Anak Berkebutuhan Khusus ANAK TUNANETRA

A. Pengertian Tunanetra

Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris visually handicapped atau visual impaired. Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.

Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986:p.29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.

Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

B. Klasifikasi Anak Tunanetra

Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain :

Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :

* Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
* Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
* Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
* Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
* Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
* Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)

Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :

* Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
* Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
* Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Menurut WHO, klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan klinis, yaitu :

* Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
* Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

Menurut Hathaway, klasifikasi didasarkan dari segi pendidikan, yaitu :

* Anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 atau kurang setelah memperoleh pelayanan medik.
* Anak yang mempunyai penyimpangan penglihatan dari yang normal dan menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan menyediakan atau memberikan fasilitas pendidikan yang khusus.

Kirk (1962:p.214) mengutip klasifikasi ketunanetraan, yaitu :

* Anak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan 2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
* Anak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
* Anak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat membaca huruf-huruf besar seperti judul berita pada koran.
* Anak yang mampu membaca huruf-huruf besar pada koran, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 20/200, akan tetapi ia tidak dapat diharapkan untuk membaca huruf 14 point atau tipe yang lebih kecil.
* Anak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih, akan tetapi ia tidak memiliki penglihatan cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan dan anak ini tidak dapat membaca huruf 10 point.

Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu :

Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :

* Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
* Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
* Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

C. Penyebab Tunanetra

Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:

1. 1. Pre-natal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:

* Gangguan waktu ibu hamil.
* Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
* Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
* Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
* Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

1. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

1. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
2. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
3. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

* Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
* Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
* Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
* Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
* Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
* Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
* Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
* Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

D. Karakteristik Anak Tunanetra

1. Fisik (Physical)

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya :

* Mata juling
* Sering berkedip
* Menyipitkan mata
* (kelopak) mata merah
* Mata infeksi
* Gerakan mata tak beraturan dan cepat
* Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
* Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

2. Perilaku (Behavior)

1. Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini :

* Menggosok mata secara berlebihan.
* Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan.
* Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata.
* Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan.
* Membawa bukunya ke dekat mata.
* Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
* Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
* Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
* Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
* Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.

1. Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti :

* Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.
* Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat.
* Merasa pusing atau sakit kepala.
* Kabur atau penglihatan ganda.

3. Psikis

Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Mental/intelektual

Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

b. Sosial

Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya.

Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain:

1. Curiga terhadap orang lain
2. Perasaan mudah tersinggung
3. Ketergantungan yang berlebihan

1. Akademis

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman & Osborn (1969) menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.

1. Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
2. Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas, dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehention) dan persaman.
3. Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.
4. 5. Low Vision

Beberapa ciri yang tampak pada anak low vision antara lain:

1. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
2. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
3. Mata tampak lain; terlihat putih di tengah mata (katarak) atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut.
4. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
5. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.
6. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang hari.
7. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

1. E. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Tunanetra

Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada dua pemikiran, yaitu :

1) Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).

2) Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).

Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :

1) Prinsip Individual

Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll). Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education Program – IEP).

2) Prinsip kekonkritan/pengalaman Penginderaan

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar, pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada bagian khusus.

3) Prinsip Totalitas

Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. Dia juga harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.

4) Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity)

Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat. Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.

Rabu, 07 Oktober 2009

Tinjauan Kasus Privatisasi BUMN di Indonesia

Akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, perekonomian Indonesia mengalami guncangan yang sangat hebat dan menjadikan kondisi perekonomiannya sangat labil. Terus merosotnya nilai kurs rupiah terhadap dollar dan semakin membumbungnya harga minyak di pasaran dunia membawa dampak pada rendahnya daya beli masyarakat Indonesia. Berbagai upaya dan cara telah diusahakan negara agar secepatnya perekonomian bangsa Indonesia bisa kembali bangkit seperti sediakala, termasuk salah satunya adalah dengan jurus meminjam dana bantuan kepada IMF dan Bank Dunia.

Kepada setiap negara peminjam, kedua badan keuangan dunia tersebut mensyaratkan untuk menjalankan kebijakan program penyesuaian struktural (structural adjustment programs), dimana salah satu tujuannya adalah untuk merangsang pengalihan kegiatan ekonomi, dari semula dikelola negara menjadi dimiliki swasta (privatisasi)1. Hal ini sesuai dengan kecenderungan ekonomi global yang menginginkan minimalitasnya peranan negara dalam perekonomian dan untuk kemudian peran ini digantikan oleh mekanisme pasar sebagaimana telah sukses dilakukan oleh negara Inggris dan Amerika pada dekade 1980-an sebelumnya, dengan sistem kapitalisnya2.

Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MOU tersebut, program privatisasi kian gencar dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tidak sedikit BUMN yang tergolong strategis, beraset besar dan mengelola hajat hidup orang banyak termasuk dalam daftar perusahaan yang diprivatisasikan oleh negara. PT Indosat, PT Semen Gresik, PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Angkasa Pura II , PT Telkom, PT Pelindo II dan III, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam dan PT Krakatau Stell adalah sebagian dari daftar perusahaan yang termasuk diprivatisasikan pada akhir 1999 dan hasilnya baru bisa didapat pada tahun 2001.3 Meskipun pada kenyataannya pemerintah sebenarnya telah memulai program privatisasi ini pada tahun 1987.

Tetapi kenyataannya kondisi ini bukan saja tidak bisa mengembalikan kondisi perekonomian sebagaimana yang diharapkan, malah sebaliknya, menjadikan kekhawatiran banyak pihak terhadap nasib bangsa dan rakyat Indonesia karena akan "disetir" oleh pihak lain akibat dikuasainya perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori "identitas" sebuah bangsa oleh bangsa lain (karena mayoritas pemilik saham baru perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berasal dari luar negeri).

Makalah singkat ini mencoba membahas program privatisasi ditinjau dari kepemilikan harta dalam perspektif Islam terutama yang berkaitan dengan perusahaan-perusahan yang telah disebut di atas, kemudian dengan menggunakan pendekatan content analysis (analisis ilmiah tentang isi/pesan suatu komunikasi), penulis berusaha menjawab kekhawatiran tersebut.
Pembahasan
Pengertian Privatisasi

Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh pakar berkenaan dengan istilah privatisasi. Diantaranya adalah menurut J.A. Kay dan D.J. Thompson yang mengartikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan antara pemerintah dan sektor swasta.4 Dubleavy menyatakan bahwa privatisasi merupakan pemindahan permanen aktivitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta atau dalam bentuk organisasi non-publik, seperti lembaga swadaya masyarakat.5 Menurut Besley dan Littlechild, meskipun kata "privatisasi" secara umum dapat diartikan sebagai "pembentukan perusahaan" namun dalam Company Act, privatisasi didefinisikan sebagai penjualan berkelanjutan yang sekurang-kurangnya sebesar 50% dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta.6

Pengertian di atas juga sejalan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan bahwa: privatisasi adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat7.
Pandangan Islam terhadap Kepemilikan dan Privatisasi

Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomani dan mengatur hubungan seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan hanya layanan Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material.8

Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini:
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".9

Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut
ءَامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ

"Berimanlah kamu kepada allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya..."10

Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa "pada mulanya" masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian darinya kepada pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.11 Sehingga sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah apabila telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan shara' yang tertuang dalam al-Qur'an, al-Sunnah, ijma' sahabat dan al-Qiyas.

Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara mengelola dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-hukumnya. Atas dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dalam Islam, dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam (al-qawaid al-'ammah al-iqtisadi al-Islamyyah) yang meliputi tiga kaidah, yakni:

* kepemilikan (al-milkiyyah),
* mekanisme pengelolaan kekayaan (kayfiyyah al-tasarruf fi al-mal) dan
* distribusi kekayaan di antara manusia (al-tawzi' al-tharwah bayna al-nas).12

Dari beberapa keterangan nash-nash shara' dapat dijelaskan bahwa kepemilikan terklasifikasi menjadi tiga jenis, yakni
Kepemilikan pribadi (al-milkiyat al-fardiyah/private property)

Adalah hukum shara' yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya--baik karena diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi--dari barang tersebut.13

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah meriupakan bukti pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual.

Karena kepemilikan merupakan izin al-shari' untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemilikan atas suatu benda tidak semata berasal dari benda itu sendiri ataupun karena karakter dasarnya, semisal bermanfaat atau tidak. Akan tetapi ia berasal dari adanya izin yang diberikan oleh al-shari' serta berasal dari sebab yang diperbolehkan al-shari' untuk memilikinya (seperti kepemilikan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan minuman keras, babi, ganja dsb), sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya kepemilikan atas benda tersebut.14
Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-'ammah/ public property)

Adalah izin al-shari' kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda, Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-shari' sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja.15 Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang memilikinya.

Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu:

Fasilitas dan sarana umum16

Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan.17 Jenis harta ini dijelaskan dalam hadith nabi yang berkaitan dengan sarana umum:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

"Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api " (HR Ahmad dan Abu Dawud) dan dalam hadith lain terdapat tambahan: "...dan harganya haram" (HR Ibn Majah dari Ibn Abbas).18

Air yang dimaksudkan dalam hadith di atas adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rimahnya. Oleh karena itu pembahasan para fuqaha mengenai air sebagai kepemilikan umum difokuskan pada air-air yang belum diambil tersebut.19 Adapun al-kala' adalah padang rumput, baik rumput basah atau hijau (al-khala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya.20 Sedangkan yang dimaksud al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu bakar21.

Bentuk kepemilikan umum, tidak hanya terbatas pada tiga macam benda tersebut saja melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi, dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal ini disebabkan karena adanya indikasi al-shari' yang terkait dengan masalah ini memandang bahwa benda-benda tersebut dikategorikan sebagai kepemilikan umum karena sifat tertentu yang terdapat didalamnya sehingga dikategorikan sebagai kepemilikan umum.

Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan

Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Sebagaimana hadits nabi:
مِنًى مُنَاخُ مَنْ سَبَقَ

"Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya)" (HR al-Tirmidhi, ibn Majah, dan al-Hakim dari 'Aishah).22

Mina adalah sebuah nama tempat yang terletak di luar kota Makkah al-Mukarramah sebagai tempat singgah jama'ah haji setelah menyelesaikan wukuf di padang Arafah dengan tujuan meleksanakan syiar ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih hewan hadd, memotong qurban, dan bermalam di sana. Makna "munakh man sabaq" (tempat mukim orang yang lebih dahulu sampai) dalam lafad hadith tersebut adalah bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Barang siapa yang lebih dahilu sampai di bagian tempat di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya (menempatinya).

Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa.23 Hal tersebut juga berlaku untuk Masjid.24Termasuk dalam kategori ini adalah kereta api, instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik, saluran air dan pipa-pipanya, semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia tidak boleh dimiliki secara pribadi.

Barang tambang yang depositnya tidak terbatas

Dalil yang digunakan dasar untuk jenis barang yang depositnya tidak terbatas ini adalah hadith nabi riwayat Abu Dawud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Ma'rab:
أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ

"Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir". Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya" (HR Abu Dawud).25

Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.26

Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi pewnguasa wajib membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya dan menyimpan hasilnya di bayt al-Mal.

Sedangkan barang tambang yang depositnya tergolong kecil atau sangat terbatas, dapat dimiliki oleh perseorangan atau perserikatan. Hal ini didasarkan kepada hadith nabi yang mengizinkan kepada Bilal ibn Harith al-Muzani memiliki barang tambang yang sudah ada dibagian Najd dan Tihamah.27 Hanya saja mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari yang diproduksinya kepada bayt al-Mal.28
Kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private)

Adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara, dimana khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.29

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al-'ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).

Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut al-shari' dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya adalah:

1. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay' (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus
2. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak)
3. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam)
4. Harta yang berasal dari daribah (pajak)
5. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerinyah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya)
6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla)
7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad
8. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan shara'
9. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.30

Analisis Privatisasi BUMN di Indonesia

Dengan menggunakan kaidah "status hukum industri mengikuti apa yang diproduksinya"31, maka jenis kepemilikan BUMN yang bergerak di bidang industri (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik dan PT Krakatau Steel) dapat ditentukan. Apabila barang barang yang diproduksi industri (pekerjaan mengubah bahan baku menjadi bahan jadi) tersebut adalah termasuk dalam kategori kepemilikan individu, maka industri tersebut bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah/private property). Apabila industri tersebut memproduksi barang-barang yang termasuk dalam kepemilikan umum, maka berdasar kaidah di atas, industri itu tergolong dalam jenis kepemilikan umum (al-milkiyyah al-'ammah/ public property) meskipun industri ini adalah milik negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property).

Kaidah ini beserta deduksinya, juga berlaku bagi BUMN yang bergerak dalam sektor jasa (PT Indosat, PT Telkom, PT Jasa Marga, PT Angkasa Pura yang menangani prasarana perhubungan udara, PT Pelindo II dan III yang mengelola pelabuhan dan peti kemas) dan sektor pertanian, perkebunan, dan perhutanan (PT Perkebunan Nusantara IV).

Berdasarkan ketentuan di atas, semua BUMN yang bergerak dalam bidang industri pertambangan dan energi (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Batu Bara) mutlak dan wajib tidak boleh untuk diprtivatisasikan. Hal ini bisa kita qiyas-kan dengan kategori "api" yang telah ditetapkan dalam hadith nabi "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api..." Sebab yang dimaksud dengan "api" adalah bahan bakar dan apa saja yang terkait dengannya sehingga minyak, gas alam, timah dan batu bara beserta seluruh alat eksplorasinya adalah termasuk dalam kepemilikan umum (al-milkiyyat al-'ammah/ public property). Hal ini berbeda dengan PT Semen Gresik dan PT Krakatau Stell yang status hasil produksinya bisa dimiliki perorangan, negara bisa memprivatisasikannya dengan catatan saham yang dijual harus tidak melebihi 55%. Hal ini dikarenakan, meskipun hasil produksi dari perusahaan tersebut bisa dimiliki perorangan tetapi ia bisa mempengaruhi harga-harga barang lainnya (semisal: harga rumah, harga sewa, harga pembangunannya, dsb)

Negara tidak hanya dilarang untuk melakukan privatisasi BUMN tersebut saja, tetapi juga wajib mencabut izin pengelolaan barang tambang yang telah terlanjur diberikan kepada pihak swasta, termasuk di dalamnya adalah perusahaan minyak asing raksasa Exxon (melalui Caltex) dan PT Freeport Indonesia di Papua yang mengelola tambang emas.

Di sektor jasa telekomunikasi dan perhubungan yang melibatkan PT Telkom dan PT Indosat yang melayani jasa telekomunikasi bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) meskipun mereka termasuk dalam layanan urusan dan kepemilikan umum (al-milkiyyat al'ammah/public property). Seandainyapun jenis layanan ini sudah ada pesaingnya yang berasal dari pihak swasta tetapi negara tetap harus memberikan pelayanan kepada warganya dalam bidang ini. Hal ini diharapkan akan memancing dan menimbulkan persaingan sehat yang akan dapat terus meningkatnya usaha layanan jasa ini kepada para pelanggan dan dapat menimnulkan harga yang kompetitif. Hal ini akan jelas berbeda jika PT Telkom dan PT Indosat adalah satu-satunya pemain yang berada di sektor ini (lihat: PT Telkom satu-satunya perusahaan yang menangani telepon kabel di Indonesia).

Di sektor jasa angkutan laut dan udara, PT Angkasa Pura, PTPelindo II dan III dapat digolongkan juga ke dalam kepemilikan umum (al-milkiyyat al-'ammah/public property), karena laut dan udara adalah milik umum sehingga pelabuhan dan bandar udara sebagai tempat bersandar juga tergolong milik umum. Sehingga perusahaan tersebut juga tidak boleh diprivatisasikan, termasuk juga PT KAI dan PT Jasa Marga. Hal ini berbeda dengan PT PELNI yang mengelola jasa angkutan laut, karena dari jenis kendaraannya kapal laut dapat dimiliki secara individu. Meskipun dari segi prasarananya, laut adalah termasuk jenis kepemilikan umum, namun dalam pengoperasiannya tidak menghalangi siapapun mengingat sangat luasnya lautan (bandingkan dengan kereta api, sehingga status kepemilikannyapun berbeda).

Di sektor perkebunan dan perhutanan, PT Perkebunan Nusantara IV bisa digolongkan kedalam jenis kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) tetapi bisa diprivatisasikan. Hal ini dikarenakan, tanah boleh dimiliki secara individual sehingga pemilikan atas usaha pertanian dan perkebunan sifatnya juga individiual. Hal ini berbeda dengan sektor perhutanan yang termasuk jenis kepemilikan umum (al-milkiyyat al-'ammah/public property) yang tidak boleh diprivatisasikan. Pemprivatisasian pada sektor pertanian dan perkebunan ini diperbolehkan dengan catatan selama negara bisa memberikan jaminan terhadap stabilnya harga-harga produk pertanian dan perkebunan tersebut. Selama pemerintah tidak bisa memberikan jaminan tersebut, privatisasi tersebut lebih baik tidak dilakukan.
Kesimpulan dan Penutup

Sebagai din kamil shamil, Islam menghadirkan sebuah sistem ekonomi yang berbeda dengan sistem ekonomi lainnya termasuk sistem kapitalis dan sosialis beserta bagian-bagiannya. Dalam sistem ini, ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi dua kepentingan yang berbeda, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dengan melibatkan negara (khalifah) sebagai wakil Allah di bumi (khalifat al-Allah) dan sekaligus sebagai pemegang amanat dari seluruh rakyanya (khalifah khalaifillah) dengan memegangi ketentuan shara' yang tercantum dalam al-Qur'an, al-hadith, ijma sahabah dan al-qiyas.

Privatisasi dalam sistem ekonomi Islam telah lama dikenal dan ini memang diperbolehkan sejauh pada jenis kepemilikan harta individual (al-milkiyyat al-fardiyyah/private property) dan sebagian jenis harta kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) dengan adanya jaminan kestabilan harga oleh negara, dan bukan jenis harta kepemilikan yang tergolong kepemilikan umum (al-milkiyyat al-'ammah/public property). Bukankan Allah telah menyediakan alam beserta isinya untuk kesejahteraan seluruh manusia dan bukan hanya dikhususkan untuk segelintir manusia saja?

Diperlukan rasa tanggung jawab bagi para pengelolanya dan ditopang penuh oleh integritas moral dan personal dari sang pemimpin dan para ekonomnya, guna menjamin pelaksanaan program privatasasi ini agar program ini benar-benar mampu sebagai solusi untuk mengantarkan tujuan ekonomi shari'ah itu sendiri sehingga rasa kekhawatiran akan dampak yang dibawanya tidak akan terwujud. Semoga!

al-Islam ya'lu wa la yu'la 'alaih. Amin !
Bibliografi

Algoud, Lativa M,, Mervyn K. Lewis,
Perbankan Syariah, Terj. Burhan W., Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Bastian, Indra.,
Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi, Jakarta: Salemba Empat, 2002.
al-Farra', Abu Ya'la.,
al-Ahkam al-Sultaniyyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
Majalah Investor, edisi 50, 13-27 Maret 2002,.
al-Maliki, Abd al-Rahman.,
Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah, Bangil: al-Izzah, 2001.
al-Mawardi, abu al-Hasan.,
al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah, Beirut: Dar alFikr, 1960.
al-Misri, Yunus.,
Usul al-Iqtisadi al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam, 1999.
Nafzinger, E. Wyne.,
The Economics of Developing Countries, Upper Saddle River NJ: Pretice Hall International, 1997.
Quraish, Shihab, M.,
Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 2003.
Sahatah, Husain.,
al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam, tt: Maktabah al-Taqwa, 2001.
Sembel, Roy H. M.,
"Privatisasi BUMN di Indonesia" dalam Mengembangkan Strategi Ekonomi, ed. Sularso Sopatar et. al., Jakarta: Pustaka Sinar Harapan dan Yayasan Wahana Dharma Nusa, 1998.
al-Shawkani, Muhammad.,
Nayl al-Awtar, jilid 6, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
Taqiyy al-Din al-Nabhani.,
al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar al-Ummah, 1990), 57.
Republik Indonesia, UU BUMN.
Zallum, 'Abd al-Qadim.,
al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah, Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983.

1 Peranan lembaga multilateral itu di Indonesia tampak jelas. Hal ini terlihat dalam letter of intent (nota kesepakatan) yang diajukan IMF kepada pemerintah RI. Dalam Memorandum tambahan untuk Kebijakan Ekonomi Keuangan (MKEK) yang ditandatangani pada tanggal 10 April 1988 itu disebutkan adanya keharusan bagipemerintah RI untuk melakukan privatisasi pada sejumlah BUMN yang nantinya akan digunakan untuk menutupi defisit anggaran negara dan juga pemerintah RI harus berupaya mempercepat reformasi BUMN guna menaikkan tingkat keuntungan dan sumbangan bagi penerimaan negara pada tahun anggaran 1998-1999. Lihat: Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi (Jakarta: Salemba Empat, 2002), 206.

2 Selain privatisasi, IMF dan Bank Dunia juga memberikan persyaratan umum kepada setiap negara peminjam untuk melaksanakan:

1. Price Decontrol, yakni penghapusan kontrol atas harga komoditi, faktor produksi dan mata uang,
2. Fiscal discipline, yakni pengurangan defisit anggaran pemerintah atau bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa memakai inflational financing,
3. Public expenditure priorities, yakni pengurangan belanja pemerintah dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang secara politis sensitif, seperti pertahanan, subsidi dan sebagainya ke pembiayaan infrastruktur, kesehatan primer dan pendidikan,
4. Tax reform, yakni perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajam insentif bagi pembayar pajak, dan upaya-upaya lain untuk meningkatkan pendapatan melalui pajak,
5. Financial liberalization, tujuan pendeknya adalah untuk menghapus pemberian tingkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari inflasi. Tujuan jangka panjangnya adalah penciptaan tingkat bunga bank berdasar pasar demi perbaikan alokasi kapital,
6. Exchange rates, untuk meningkatkat ekspor dengan cepat karena negara-negara berkembang memerlukan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggal dan kompetitif,
7. Trade liberalization, bertujuan menghapus pemberlakuan kuota perdagangan luar negeri, diganti dengan pembatasan melalui tarif dan secara progresif mengurangi tarif sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam (10%-20%),
8. Domestic savings, yakni menerapkan disiplin fiskal/APBN, pengurangan belanja pemerintah, reformasi perpajakan, dan liberalisasi finansial sehingga sumber daya negara bisa dialihkan ke sektor-sektor privat dan produktivitas yang tinggi, di mana tingkat tabungannya juga tinggi,
9. Direct foreign investment, yakni penghapusan hambatan terhadap masuknya investasi dan perusahaan asing. Perusahaan asing harus boleh bersaing dengan perusahaan nasional secara setara, tanpa adanya pilih kasih,
10. Deregulation, yakni penghapusan peraturan yang menghalangi perusahaan baru ke dalam suatu bisnis dan yang membatasi persaingan, kecuali kalau pertimbangan keselamatan atau perlindungan lingkungan hidup mengharuskan pembatasan, dan
11. Property rights, yang dapat menjamin perlindungan hak milik atas tanah, kapital dan bangunan.

Lihat E. Wyne Nafzinger, The Economics of Developing Countries (Upper Saddle River NJ: Pretice Hall International, 1997), 70.

3 Majalah Investor, edisi 50, 13-27 Maret 2002, 23.

4 Roy H. M. Sembel, "Privatisasi BUMN di Indonesia" dalam Mengembangkan Strategi Ekonomi ed. Sularso Sopatar et. al (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan dan Yayasan Wahana Dharma Nusa, 1998), 79.

5 Bastian, Privatisasi di Indonesia, 20.

6 Bastian, Privatisasi di Indonesia, 20.

7 UU BUMN Pasal 1 ayat 12.

8 Lativa M. Algoud, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Terj. Burhan W. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), 49.

9 QS. al-Maidah 17.

10 QS. al-Hadid 7.

11 Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 2003), 324.

12 Taqiyy al-Din al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar al-Ummah, 1990), 57.

13 Yunus al-Misri, Usul al-Iqtisadi al-Islami (Damaskus: Dar al-Qalam, 1999), 41-49.

14 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 72-73.

15 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213.

16 Dalam bahasa aslinya, disebutkan dengan al-marafiq al-'ammah li al-jama'ah. Lihat: Husain Sahatah, al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam (tt: Maktabah al-Taqwa, 2001), 37. Dalam kitab-kitab klasik, sering juga hanya disebut dengan al-arfaq yang diartikan sebagai fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana umum yang dapat dimanfaatkan oleh warga dan masyarakat secara umum.

17 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213.

18 Lihat al-Shawkani, Nayl al-Awtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jil. 6, 48.

19 Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960), 180-184.

20 al-Shawkani, Nayl al-Awtar, jil. 6, 49.

21 Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: al-Izzah, 2001), 91.

22 Lihat: al-SuyutI, al-Jami' al-Saghir, jil 2, 183.

23 Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr), 253.

24 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 182.

25 al-Shawkani, Nayl al-Awtar, jil. 6 53.

26 Al-Maliki, Politik Islam, 80.

27 Riwayat lengkap beserta penjelasannya lihat: Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah, 264.

28 'Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah (Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983), 89.

29 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 218.

30 Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah, 39.

31 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 225.

Penulis:
M. Aqim Adlan

Penulis adalah guru Madrasah Aliyah Tribakti (Lirboyo) Kediri.